Senin, 15 November 2010

Tsunami Landa Mentawai, Hampir 1.000 Warga Tewas

Gempa kembali guncang Mentawai Senin (25/10) malam. Gempa berkekuatan 7,2 SR (Skala Richter) tersebut memicu gelombang tsunami yang menyapu desa-desa di pantai barat pulau Pagai dan Sipora. Gelombang pasang juga terjadi di pu
 
Anak-anak korban tsunami di RS Darurat GKPM Sikakap
lau-pulau Mentawai lainnya, termasuk pantai-pantai di Sumbar daratan dan Bengkulu. Imran Rusli
Berdasarkan laporan Rus Akbar, Ferdinan Salamanang, Irman Jhon dan Rapot Pardomuan Simanjuntak.

TIPS DAN TRIK BERMAIN GITAR DAN DRUM

Senin malam 25 Oktober 2010 mungkin takkan terlupakan oleh warga Desa Betumonga (Kecamatan Pagai Utara) dan Desa Malakopak (Kecamatan Pagai Selatan).Karena malam itulah, sekitar pukul 11.20 tsunami yang ditaksir setinggi 12 meter menyapu dusun-dusun yang ada di dua desa tersebut.
Tercatat 98 orang tewas dan 160 hilang di Dusun Sabeuguggung, dan 99 tewas serta 82 hilang di Dusun Muntei Baru-baru, Desa Betumonga, Pagai Utara, sedangkan di Dusun Purourogat, Desa Malakopak, Pagai Selatan data dari Satkorlak Kecamatan Sikakap Jumat (29/10) pukul 09.21 WIB menyatakan ada 65 korban meninggal dan 10 yang hilang.

 Trauma serupa dialami warga Dusun Gobik (9 tewas) dan Bosua (6 tewas dan 4 hilang) Desa Bosua, Dusun Beriulou (19 tewas dan 4 hilang) dan Dusun Masokut (7 meninggal) Desa Beriulou, Kecamatan Sipora Selatan.
Juga dirasakan menusuk oleh warga Dusun Belekraksok (25 meninggal, 4 hilang), Eruk Paraboat (27 meninggal 14 hilang) Desa Malakopak,serta oleh warga Dusun Bulasat (1 tewas) dan Maonai (36 tewas dan 17 hilang). Semua dari Kecamatan Pagai Selatan.
Menghantui bagi warga Dusun Maguiruk (1 tewas), Tumalei (1 tewas, 4 hilang), Gogoa (5 tewas 4 hilang) Desa Silabu, Pagai Utara.
Dan memedihkan pusat rasa bagi masyarakat Dusun Saikautek dan Ruamonga (masing-masing 1 meninggal), Bulakmonga (5 meninggal) dan Silaoinan (2 tewas) Desa Taikako, Kecamatan Sikakap.
Belum termasuk dusun, desa dan kecamatan yang warganya cedera, luka parah dan ringan, belum pula kerugian atas bangunan yang rusak, berat atau ringan, juga infsrastruktur yang lumpuh seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah ibadah, Puskesmas, perkantoran lainnya. Semua sangat mengharu biru perasaan mengingat kondisi mentawai yang masih serba kekurangan.
Total jumlah dusun yang kena musibah gempa dan tsunami ini adalah 31 dusun, yang berada di 8 desa dan 4 kecamatan. Dusun-dusun tersebut adalah Mongan Bosua, Gobik, Bosua, Katiet (Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan); Dusun Beriulou dan Masokut (Desa Beriulou, Kecamatan Sipora Selatan); Dusun Belekraksok, Eruk Paraboat, Malakopak, Purourougat, Desa Malakopak, Kecamatan Pagai Selatan); Dusun Bulasat, Umosua, Tapak dan Maonai (Desa Bulasat, Pagai Selatan); Dusun Muntei, Baru-baru, Sabeuguggung (Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara); Dusun Saumanganya, Mabuloubugei, Pinairuk, Pasapuat, Beubukku, dan Mapinang (Desa Saumanganya); Dusun Mauguiruk, Tumalei, Silabu dan Gogoa (Desa Silabu, kecamatan Pagai Utara); Dusun Sikautek, Bulakmonga, Ruamonga, Silaonan (Desa Taikako, Kecamatan Sikakap).

Amburadul
Meski sudah sering diguncang gempa berpotensi tsunami, tapi Pemkab Mentawai terkesan cuek beibeh dan menyerahkan penanganan bencana ke tangan masyarakat sepenuhnya. Ini tergambar dari sikap bupatinya yang juga santai, alias acuh tak acuh.
“Memangnya saya yang menyuruh gempa mengguncang dan merusak rumah mu, mengapa saya didesak-desak soal dana rekonstruksi” katanya ketika warga menuntut pencairan dana rekonstruksi gempa 2007.
SKPD di bawahnya juga tak kalah cuek. Mereka saling melempar tanggungjawab bila di desak agar menjalankan tugas sebaik mungkin serta mengalokasikan dana untuk kondisi ‘tanggap darurat’. Bahkan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Mentawai yang memiliki berbagai peralatan canggih hasil utangan dari ADB, sampai dua hari setelah gempa tidak tahu harus melakukan apa.
“Saya minta data ke Posko Satkorlak, tapi mereka malah minta balik karena belum punya data dan informasi sama sekali,” kata Ferdinan Salamanang, wartawan Puailiggoubat di Sikakap.
Di tingkat provinsi juga terjadi kegagapan serupa. Meski gempa terjadi sejak pukul 21.42 WIB Senin malam (25/10) sampai pagi Selasa (26/10) dan tsunami terjadi sekitar pukul 23.00 WIB, tapi KMP barau yang berangkat dari Padang Selasa sore tak membawa apapun alias kosong melompong. “Saya langsung berangkat Selasa itu dengan KMP Barau, tapi kapal itu kosong, tak ada kiriman apapun dari Padang,” kata Inky Rinaldi, wartawan Kompas Jumat (28/10) di Sekretariat Posko Lumbung Derma Sikakap.
Artinya tak ada reaksi dan simpati apapun dari provinsi. Bantuan awal, peralatan, P3K dan lain-lain, tidak ada.  “Padahal siapa yang tidak mendengar kejadian itu pada Selasa siang, seharusnya ada yang bisa dikirim dengan KMP Barau yang berangkat pukul 17.00 dari Bungus,” dengus Kortanius Sabeleake, mantan Ketua DPRD Mentawai di tempat dan hari yang sama.
Yang lebih buruk peringatan dini kpotensi tsunami terlalu cepat dicabut. Alasannya air laut di Pantai Padang hanya naik 30 sentimeter setengah jam setelah tsunami. Pejabat yang bertanggungjawab, Hermansyah dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Sumbar,  tak memperkirakan tsunami setinggi 12 meter mennyapu Malakopak, Betumonga, Saumangnya, Bosua pada pukul 23.00 WIB.
 “Mengukur kemungkinan tsunami kok di Pantai Padang, sementara gempanya di barat daya Pagai Selatan, logika apa itu?” sergah Alex Zalukhu, tokoh masyarakat Sikakap yang ditemui di KMP Barau Jumat (28/10).***

sumber: http://www.puailiggoubat.com/?kanal=berita&id=6492

1 komentar:

  1. Semoga yang di tinggalkan di beri ketabahan,, ya allah sudahi lah bencana di negeri ku tercinta ini amin..

    BalasHapus